Skip to main content
Kepala SKK Migas, Dwi Soetjipto
Foto: Republika TV/Havid Al Vizki

Jakarta – Jumlah penduduk dunia diproyeksikan akan terus bertambah dengan cepat. Menurut laporan United Nation per April 2020, populasi dunia saat ini tercatat mencapai 7,7 miliar orang.

Dalam 10 tahun ke depan, yakni pada 2030, angka populasi manusia secara keseluruhan diprediksi tembus hingga 8,5 miliar jiwa. Penyumbang terbesar lonjakan populasi tersebut berasal dari negara-negara berkembang.

Lonjakan populasi bukan perkara angka semata. Ada beragam efek domino yang akan timbul ke depannya. Salah satunya, konsumsi energi yang diperkirakan meningkat hingga 36 persen pada 2030, berdasarkan World Energy Outlook 2019 rilisan Badan Energi Internasional (IEA).

Diperkirakan peningkatan konsumsi energi juga terjadi di Indonesia dan akan melebihi rata-rata secara global. Saat itu, konsumsi energi di Indonesia diperkirakan mencapai sekitar 2,3 juta barel minyak per hari (bopd). Peningkatan konsumsi energi nasional antara lain didorong oleh pertambahan penduduk, pertumbuhan ekonomi nasional dan daya beli masyarakat yang meningkat. Terlebih lagi, di tahun 2020 Bank Dunia telah menetapkan Indonesia sebagai negara berpendapatan menengah atas (middle upper income).

Guna menghadapi kondisi tersebut, pemerintah Indonesia tak tinggal diam. Lewat Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas (SKK Migas), pemerintah telah menetapkan target produksi minyak 1 bopd pada 2030 mendatang.

Keputusan itu dibuat agar kebutuhan energi di tengah masyarakat tetap terpenuhi. Selain itu, bila target tersebut terealisasi, pendapatan Indonesia dari sektor hulu minyak dan gas bumi (migas) juga dapat bertambah hingga 121 miliar dollar Amerika Serikat (AS).

Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto menjelaskan, visi 1 juta bopd bukan merupakan hal mustahil untuk diwujudkan.

Meski begitu, ia menyadari banyak tantangan untuk merealisasikan target ambisius tersebut. Mulai dari investasi besar, regulasi tumpang tindih, stagnasi lifting migas sepanjang satu dekade terakhir, hingga pandemi Covid-19 yang memengaruhi produksi migas dan harga minyak dunia.

Ia pun mengajak jajaran SKK Migas untuk bertransformasi agar mampu mengatasi tantangan-tantangan tersebut. Dwi lantas membangun istilah “musuh bersama”, yaitu visi jangka panjang SKK Migas mencapai target 1 juta bopd, agar lembaga yang dipimpinnya semakin terpacu untuk mewujudkannya.

“Setelah dapat musuh bersama, semua orang harus sudah fokus untuk merealisasikannya. Harus ada detail program dan strateginya apa saja,” katanya, seperti dikutip dari buletin bulanan Bumi, Juli 2020.

Selain mendorong perubahan di internal, SKK Migas juga mengharapkan dukungan dan sinergi dari pemangku kepentingan atau stakeholder, terutama terkait konsistensi kebijakan pemerintah pusat maupun daerah.

“Kami berharap visi SKK Migas ini menjadi visi nasional yang dapat didukung oleh seluruh pihak sehingga mimpi produksi 1 juta barel minyak di tahun 2030 dapat kita capai,” ujar Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto, melansir laman web skkmigas.go.id, Jumat (3/7/2020).

Visi jangka panjang

Visi jangka panjang SKK Migas untuk memproduksi minyak 1 juta bopd pada 2030 memang terkesan ambisius. Namun, SKK Migas punya keyakinan mampu mencapai target tersebut.

Pasalnya, dalam perhitungan SKK Migas, Indonesia memiliki potensi cadangan minyak sebesar 783 billions of barrels of oil equivalent (Bboe).

Selain itu, Indonesia juga mempunyai 128 cekungan yang menyimpan kandungan minyak. Dari total cekungan tersebut, sekitar 50 cekungan telah digarap, 20 di antaranya mampu menghasilkan produksi migas.

Kemudian, iklim kemudahan berbisnis di Indonesia pun semakin membaik. Pada 2020, Indonesia mendapatkan skor indeks kemudahan berbisnis sebesar 69,6. Jumlah ini meningkat dari raihan 2019 yang sebesar 68,2.

Hal tersebut dapat menjadi daya tawar untuk menarik para investor untuk membenamkan modal di sektor hulu migas.

Berdasarkan peluang-peluang yang ada, SKK Migas pun telah menyiapkan sederet strategi berikut demi memuluskan jalan ke pencapaian target 1 juta bpod pada 2030.

1. Regulasi dan skema bagi hasil kian fleksibel

Rumitnya regulasi investasi di Tanah Air merupakan hal yang tak dapat disangkal. Khusus kerja sama sektor hulu migas, proses pengurusan rekomendasi perizinan sempat memakan waktu hingga 15 hari.

Namun, sekarang hal tersebut tidak berlaku lagi. SKK Migas telah membenahinya dengan meluncurkan layanan One Door Service Policy pada awal 2020. Berkat layanan ini, pengurusan rekomendasi perizinan investasi dapat dipangkas dan bisa selesai dalam waktu tiga hari kerja.

Pembenahan juga dilakukan dalam urusan bagi hasil. Sebagai informasi, pada 2017, pemerintah resmi menetapkan skema gross split dalam kerja sama investasi di sektor hulu migas.

Pada skema gross split, keuntungan yang diterima kontraktor berdasarkan akumulasi dari beberapa variabel, seperti besaran bagi hasil dasar (base split), komponen pembagian sesuai kondisi lapangan (variable split), dan komponen yang nilainya terus berubah (progressive split).

Seiring perjalanan, skema tersebut dirasa memberatkan pihak investor. Karena itu, penetapan bagi hasil dalam kerja sama sektor hulu migas kembali diubah.

Pemerintah memberikan peluang bagi Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) untuk memilih skema yang sesuai dengan kondisi investor, yakni recovery split atau gross split.

“Perubahan ini jangan dianggap kemunduran, namun lebih pada penyesuaian pada kasus-kasus tertentu di lapangan,” tanggap Dwi.

2. Mendorong paket stimulus usai pandemi

Pandemi memberi pukulan bagi sektor hulu migas. Beberapa proyek eksplorasi menjadi terhambat. Belum lagi perkara harga minyak mentah dan nilai rupiah terhadap dollar AS ikut melemah.

Dwi Sutjipto mengatakan, pihaknya telah mengupayakan koordinasi kembali dengan KKKS untuk menawarkan comprehensive assessment terkait opsi harga minyak.

Selain itu, SKK Migas juga telah mengajukan paket stimulus untuk meringankan beban produksi KKKS kepada Menteri Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif.

“Dengan turunnya harga jual, kami berharap cost bisa ditekan. Salah satunya adalah melakukan renegosiasi berkaitan dengan hal-hal yang sifatnya market price,” jelas Dwi seperti diberitakan Kompas.com, Selasa (28/4/2020).

3. Mempertahankan tingkat produksi yang ada

SKK Migas berencana melanjutkan keseluruhan proyek existing untuk mengejar target produksi siap jual minyak dan gas bumi satu juta barel per hari.

Sebagai informasi per Juni 2020, produksi minyak tercatat 720 ribu bopd dan produksi gas 6.830 juta standar kaki kubik per hari (mmscfd). Sedangkan untuk lifting migas mencapai 1,7 juta barel ekuivalen minyak per hari.

Sementara itu, aktivitas operasi yang berjalan mencakup pengeboran 134 sumur pengembangan, 320 work over (WO), dan 13.415 well services (WS).

SKK Migas juga mendorong agar KKKS dapat melaksanakan komitmen produksi dan lifting sesuai target yang telah disepakati bersama.

SKK Migas secara khusus menekan Pertamina untuk dapat meningkatkan produksi dan lifting migas. Desakan ini sebagai bentuk respons atas kinerja Pertamina EP yang masih berada di bawah target.

Seperti diwartakan Kompas.com, Rabu (27/8/2020), data SKK Migas per 31 Juli 2020 menunjukkan bahwa capaian produksi minyak Pertamina EP sebesar 80.336 bopd dan lifting minyak sebesar 78.661 bopd. Angka ini setara dengan pencapaian 87 persen terhadap target lifting APBN yaitu 90.000 bopd.

Sementara itu, produksi gas Pertamina hanya mencapai 866 juta standar kaki kubik per hari (mmscfd) dan lifting gas sebesar 667 mmscfd atau 85 persen dari target APBN sebesar 787 mmscfd.

4. Percepatan sumber daya menjadi produksi

SKK Migas menemukan tiga titik eksplorasi pada kuartal pertama 2020 yang terdiri dari pengeboran sumur eksplorasi PB-2 Blok Mahato, pengeboran sumur Bronang-2 di Blok South Natuna Sea Blok B, dan pengeboran sumur Wolai-002 di Banggai, Sulawasi Tengah.

Khusus proyek PB-2 Blok Mahato yang digarap Texcal Mahato, pengerjaannya telah rampung. SKK Migas saat ini tengah memasukkan proyek ini ke tahap pengembangan lanjutan (POD) dengan terus berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM serta pemerintah daerah.

Sementara itu, pengeboran sumur Bronang-2 yang dikerjakan PT Medco E&P Natuna tengah masuk ke tahap pembahasan lanjutan percepatan produksi.

Serupa dengan proyek PB-2 Blok Mahato, proyek sumur Wolai-002 yang digarap PT Pertamina EP pun tengah memasuki tahap rencana pengembangan lanjutan, yakni pengeboran sumur North Wolai-1 pada kuartal empat 2020.

Hingga Juni 2020 juga terdapat delapan POD yang telah disetujui dengan capaian pengembalian cadangan migas (Reserve Replacement Ratio) sebesar 50 persen, sedangkan untuk pengeboran eksplorasi sudah dilakukan 8 kegiatan.

Dalam hal survey seismik, SKK Migas bersama dengan KKKS Pertamina Hulu Energi Jambi Merang berhasil menyelesaikan pelaksanaan survei seismik 2D Komitmen Kerja Pasti Wilayah Jambi Merang sepanjang 32.200 km yang dimulai pada 12 November 2019 lalu dan selesai pada 3 Agustus 2020.

“Survei seismik ini menjadi proprietary seismic survey yang terpanjang di Asia Pasifik dalam kurun waktu 10 tahun terakhir dan Indonesia mampu menyelesaikannya hanya dalam kurun waktu 262 hari,” kata Dwi dalam keterangan tertulis.

Dwi mengatakan survei seismik ini juga diselesaikan melebihi target yang ditetapkan, yaitu 30.000 km2 atau penyelesaiannya mencapai 107,3% dengan zero accident alias tanpa ada kecelakaan kerja. Survei ini mencakup 35 cekungan dari 128 cekungan yang ada di Indonesia. Dengan banyaknya cekungan yang disurvei, diharapkan akan menjadi potensi cadangan minyak yang besar bagi Indonesia.

“Dari 35 cekungan tersebut terdiri dari 6 producing basin, 7 discovery basin, 5 explored basin, dan sebanyak 17 lainnya merupakan cekungan baru atau unexplored basin yang belum pernah tersentuh sebelumnya,” paparnya.

5. Mempercepat penerapan teknologi chemical enhanced oil recovery (EOR)

Enhanced oil recovery (EOR) merupakan salah satu metode eksploitasi minyak dengan mengoptimalkan sumur-sumur agar minyak yang kental, berat, poor permeability, dan irregular faultlines dapat diangkat ke permukaan dan diproduksi.

Penerapan EOR memang memerlukan waktu yang panjang, bahkan bertahun-tahun. Sebelum diterapkan, KKKS harus melakukan pilot test terlebih dahulu pada lapangan migas.

Baru setelah terkonfirmasi berhasil, KKKS bisa menggunakan teknologi EOR secara penuh. Manfaat teknologi ini baru bisa dirasakan setelah tiga hingga empat tahun penerapan.

Namun, tuntutan target produksi satu juta bopd pada 2030 membuat penerapan teknologi tersebut perlu dipercepat.

“Kita dorong terus EOR di Pertamina EP dan KKKS lainnya. Didorong untuk full scale sekalian, tapi butuh waktu,” kata Deputi Operasi SKK Migas Julius Wiranto, seperti dikutip dari Kontan.co.id, Minggu (28/6/2020).

6. Menawarkan 12 area potensial kepada investor

Indonesia memiliki 12 titik cadangan migas baru yang siap untuk dieksplorasi. Adapun kedua belas daerah tersebut terdiri dari Sumatera Utara, Sumatera bagian tengah, Sumatera Selatan, North East Java-Makassar Strait, lepas pantai Tarakan, lepas Pantai Kutai, lepas Pantai Buton, Selat Makassar, Timor-Tanimbar-Semai, Papua bagian utara, Tubuh Burung, dan Warim.

Dengan menggandeng Kementerian ESDM, SKK Migas tengah fokus menggali data dari kedua belas titik potensial tersebut sehingga nantinya dapat ditawarkan kepada investor untuk digarap.

Julius mengungkapkan, kegiatan survei seismik hingga pengeboran sumur untuk kebutuhan eksplorasi dapat segera dilakukan apabila ada investor yang tertarik menggarap cadangan migas baru tersebut.

Di sisi lain, Kementerian ESDM pun telah menetapkan aturan soal pembukaan data migas. Langkah ini diharapkan dapat memudahkan investor melihat potensi migas di Tanah Air.

Dengan begitu pula, target pemenuhan kebutuhan energi migas di masa depan dapat tercukupi.

Artikel diambil dari:https://skkmigas.go.id/berita/punya-visi-produksi-1-juta-barel-ini-strategi-skk-migas-untuk-tingkatkan-cadangan-migas-nasional

Photo by: https://www.republika.co.id/berita/qcw7k7383/skk-migas-kejar-target-produksi-1-juta-barel

Texcal Energy

Texcal Energy assets include existing primary production in the Mahato PSC, as well as highly prospective areas close to large producing Oil and Gas fields in the Bohorok and South Block A PSC’s and the South Tuban Exploration KSO.